Jumat, 27 April 2018

MATA NAJWA (KARTU POLITIK JOKOWI)


Hubungan Jokowi dengan Prabowo Subianto sempat mesra. Mereka pernah naik kuda dan minum teh bareng. Tapi nampaknya kemesraan itu cepat berlalu. Makin mendekati Pemilu 2019, kemesraan itu makin dingin.

11 April kemarin, Partai Gerindra telah memberikan mandat kepada Prabowo Subianto untuk maju di Pilpres 2019. Mandat ini sekaligus menjadi penanda kuat Jokowi akan kembali lagi bertarung dengan Prabowo Subianto.
“Nggak, biasa-biasa aja,” kata Presiden Jokowi menjawab santai tentang hubungan dengan Prabowo Subianto.

Tapi jawaban ini tidak sesantai ketika Presiden Jokowi merespon isu pesimistis tentang 2030 Indonesia bubar, seperti yang pernah disampaikan Prabowo Subianto. Dalam pidato di hadapan ribuan relawannya, Jokowi menyampaikan dengan berapi-api, bahwa Indonesia harus punya optimisme

Jokowi mengungkap sudah dua kali bertemu dengan elit politik dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Secara blak-blakan dia mengungkapkan pertemuan tersebut terkait dengan pesta demokrasi Pemilu Presiden 2019. “Apa lagi yang diobrolkan kalau bukan politik tentang Pilpres,” kata Presiden Jokowi.

Najwa Shihab menegaskan pertanyaan, "Masih membuka kemungkinan koalisi dengan PKS walaupun PKS membuat gerakan #2019gantipresiden?"
Untuk pertama kalinya Presiden Joko Widodo juga menjelaskan ide berpasangan dengan Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

“Boleh saja ada gagasan (koalisi dengan Gerindra-red), ini dalam rangka kebaikan negara ke depan, kenapa tidak?” kata Presiden Jokowi.

Najwa Shihab kembali bertanya apakah peluang berpasangan dengan Prabowo masih terbuka hingga kini?
Kata Presiden Jokowi, "Pendaftaran Pilpres 2019 masih lama. Jadi segala kemungkinan masih terbuka."

Sejumlah tokoh partai politik mulai mengkampanyekan diri untuk menjadi cawapres pendamping Jokowi. Tokoh-tokoh yang mendapatkan elektabilitas menjadi cawapres berdasarkan sejumlah lembaga survei di antaranya Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, M. Romahurmuziy, Gatot Nurmantyo, Agus Harimurti Yudhoyono dan Anies Baswedan. Bagi Presiden Jokowi, tiap tokoh dan partai politik punya hak untuk mendeklarasikan cawapres.

“Partai memiliki kemerdekaan apa pun dalam rangka kepentingan politik mereka. Misalnya, ada yang mendeklarasikan cawapres, kan nggak apa-apa,” kata Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi memperkirakan kampanye negatif akan kembali terjadi pada Pilpres 2019 mendatang. Pada Pilpres 2014 lalu, Jokowi diserang kampanye negatif sebagai PKI, anti Islam dan antek asing.

Baru-baru ini, Presiden Jokowi disandingkan dengan antek asing. Hal ini terkait dengan pengesahan Peraturan Presiden No. 20 tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing yang dianggap sebagai pintu masuk tenaga kerja dari luar negeri.

Tapi menurut Presiden Jokowi keberadaan TKA merupakan suatu hal yang wajar di tengah globalisasi, meskipun ia tidak menampik terjadi peningkatan TKA di Indonesia dalam kurun waktu 1 tahun terakhir.
“Tenaga kerja kita yang ada di Cina, informasi yang saya terima ada 80 ribu. Juga tak ada masalah. Saya kira ini sebuah kepentingan ekonomi yang mau tidak mau, semua negara menerima seperti itu,” kata Presiden Jokowi.

Untuk pertama kali Presiden Jokowi menjelaskan posisi dirinya dalam kaitan dengan tudingan anti-Islam. Dalam Mata Najwa, Presiden Jokowi menjelaskan hubungannya dengan ulama-ulama.

Sorotan lain, Presiden Jokowi yang banyak tampil dengan gaya anak muda: berjaket jeans, motor gaul sampai olahraga tinju. Penampilan ini menimbulkan banyak spekulasi tentang pesan politik yang ingin disampaikan Presiden Jokowi. Apalagi kemunculan “gaya baru” Presiden Jokowi ini mendekati dengan Pilpres 2019.

Tapi menurut Jokowi, “gaya baru” tersebut sebagai penyegaran di tengah kesibukannya menjalani aktivitas sebagai presiden. “Mosok kita bisa melarang tafsir-tafsir. Bacaan-bacaan seperti itu. Terserah mau dibaca seperti apa,” kata Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi dikritik dengan isu utang pemerintah. Di penghujung 2017, utang pemerintah mencapai  Rp 4.000 triliun. Penambahan utang pemerintah dianggap tidak sejalan dengan laju ekonomi nasional.
Tapi kritik atas utang pemerintah dijawab enteng Presiden Jokowi. Sebab, kata dia, Indonesia masih mendapatkan kepercayaan tinggi dari Rating Agency.

Di sisi lain, Presiden Jokowi justru mempertanyakan kritik atas utang pemerintah. Menurutnya, kritik tersebut lebih banyak muatan politisnya.

“Kalau yang satu ahli ekonomi makro, yang satu politikus (berdebat utang-red). Ya, nggak nyambung. Kalau saya lebih percaya kepada yang mengerti masalah ekonomi makro, ya Bu Sri Mulyani. Track record-nya jelas,” kata Presiden Jokowi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar