Hubungan
Jokowi dengan Prabowo Subianto sempat mesra. Mereka pernah naik kuda dan minum
teh bareng. Tapi nampaknya kemesraan itu cepat berlalu. Makin mendekati Pemilu
2019, kemesraan itu makin dingin.
11 April
kemarin, Partai Gerindra telah memberikan mandat kepada Prabowo Subianto untuk
maju di Pilpres 2019. Mandat ini sekaligus menjadi penanda kuat Jokowi akan
kembali lagi bertarung dengan Prabowo Subianto.
“Nggak,
biasa-biasa aja,” kata Presiden Jokowi menjawab santai tentang hubungan dengan
Prabowo Subianto.
Tapi
jawaban ini tidak sesantai ketika Presiden Jokowi merespon isu pesimistis
tentang 2030 Indonesia bubar, seperti yang pernah disampaikan Prabowo Subianto.
Dalam pidato di hadapan ribuan relawannya, Jokowi menyampaikan dengan
berapi-api, bahwa Indonesia harus punya optimisme
Jokowi
mengungkap sudah dua kali bertemu dengan elit politik dari Partai Keadilan
Sejahtera (PKS). Secara blak-blakan dia mengungkapkan pertemuan tersebut
terkait dengan pesta demokrasi Pemilu Presiden 2019. “Apa lagi yang diobrolkan
kalau bukan politik tentang Pilpres,” kata Presiden Jokowi.
Najwa
Shihab menegaskan pertanyaan, "Masih membuka kemungkinan koalisi dengan
PKS walaupun PKS membuat gerakan #2019gantipresiden?"
Untuk
pertama kalinya Presiden Joko Widodo juga menjelaskan ide berpasangan dengan
Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
“Boleh saja
ada gagasan (koalisi dengan Gerindra-red), ini dalam rangka kebaikan negara ke
depan, kenapa tidak?” kata Presiden Jokowi.
Najwa
Shihab kembali bertanya apakah peluang berpasangan dengan Prabowo masih terbuka
hingga kini?
Kata
Presiden Jokowi, "Pendaftaran Pilpres 2019 masih lama. Jadi segala
kemungkinan masih terbuka."
Sejumlah
tokoh partai politik mulai mengkampanyekan diri untuk menjadi cawapres
pendamping Jokowi. Tokoh-tokoh yang mendapatkan elektabilitas menjadi cawapres
berdasarkan sejumlah lembaga survei di antaranya Muhaimin Iskandar alias Cak
Imin, M. Romahurmuziy, Gatot Nurmantyo, Agus Harimurti Yudhoyono dan Anies
Baswedan. Bagi Presiden Jokowi, tiap tokoh dan partai politik punya hak untuk
mendeklarasikan cawapres.
“Partai
memiliki kemerdekaan apa pun dalam rangka kepentingan politik mereka. Misalnya,
ada yang mendeklarasikan cawapres, kan nggak apa-apa,” kata Presiden Jokowi.
Presiden
Jokowi memperkirakan kampanye negatif akan kembali terjadi pada Pilpres 2019
mendatang. Pada Pilpres 2014 lalu, Jokowi diserang kampanye negatif sebagai
PKI, anti Islam dan antek asing.
Baru-baru
ini, Presiden Jokowi disandingkan dengan antek asing. Hal ini terkait dengan
pengesahan Peraturan Presiden No. 20 tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing yang
dianggap sebagai pintu masuk tenaga kerja dari luar negeri.
Tapi
menurut Presiden Jokowi keberadaan TKA merupakan suatu hal yang wajar di tengah
globalisasi, meskipun ia tidak menampik terjadi peningkatan TKA di Indonesia dalam
kurun waktu 1 tahun terakhir.
“Tenaga
kerja kita yang ada di Cina, informasi yang saya terima ada 80 ribu. Juga tak
ada masalah. Saya kira ini sebuah kepentingan ekonomi yang mau tidak mau, semua
negara menerima seperti itu,” kata Presiden Jokowi.
Untuk
pertama kali Presiden Jokowi menjelaskan posisi dirinya dalam kaitan dengan
tudingan anti-Islam. Dalam Mata Najwa, Presiden Jokowi menjelaskan hubungannya
dengan ulama-ulama.
Sorotan
lain, Presiden Jokowi yang banyak tampil dengan gaya anak muda: berjaket jeans,
motor gaul sampai olahraga tinju. Penampilan ini menimbulkan banyak spekulasi
tentang pesan politik yang ingin disampaikan Presiden Jokowi. Apalagi
kemunculan “gaya baru” Presiden Jokowi ini mendekati dengan Pilpres 2019.
Tapi
menurut Jokowi, “gaya baru” tersebut sebagai penyegaran di tengah kesibukannya
menjalani aktivitas sebagai presiden. “Mosok kita bisa melarang tafsir-tafsir.
Bacaan-bacaan seperti itu. Terserah mau dibaca seperti apa,” kata Presiden
Jokowi.
Presiden
Jokowi dikritik dengan isu utang pemerintah. Di penghujung 2017, utang
pemerintah mencapai Rp 4.000 triliun. Penambahan utang pemerintah
dianggap tidak sejalan dengan laju ekonomi nasional.
Tapi kritik
atas utang pemerintah dijawab enteng Presiden Jokowi. Sebab, kata dia, Indonesia
masih mendapatkan kepercayaan tinggi dari Rating Agency.
Di sisi
lain, Presiden Jokowi justru mempertanyakan kritik atas utang pemerintah.
Menurutnya, kritik tersebut lebih banyak muatan politisnya.
“Kalau yang
satu ahli ekonomi makro, yang satu politikus (berdebat utang-red). Ya, nggak
nyambung. Kalau saya lebih percaya kepada yang mengerti masalah ekonomi makro,
ya Bu Sri Mulyani. Track record-nya jelas,” kata Presiden Jokowi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar