Memasuki tahun
politik, beragam taktik mulai diterapkan untuk mendapat simpati masyarakat dan
menggalang dukungan bagi masing-masing kandidat pemimpin yang diandalkan.
Beragam opini dijejalkan ke masyarakat bahkan tak jarang memicu gesekan antar
lapisan.
Insiden kaos berlogo
#2019Gantipresiden VS #DiaSibukKerja di acara Car Free Day (CFD) pada 29 April
2018 menyita perhatian publik. Peristiwa ini mengusik akal sehat.
Susi Ferawati korban intimidasi CFD
menceritakan, awalnya dia ketinggalan barisan dari pembagian kaos berlogo
#DiaSibukKerja. Ia tak menyangka kejadian tersebut begitu cepat.
“Kita ketinggalan barisan. Saat itu
belum ada kerumunan. Ada pergerakan dari Sudirman ke Bundaran HI. Dan
foto-foto, ada ibu-ibu mulai datang. Dan mereka colek saya, mereka bilang,
‘kaosnya dikasih,” kata Fera.
Fera melanjutkan, makian makin keras karena orang-orang makin berkumpul.
“Dasar babu, kerja mlulu,” katanya.
Makian tersebut ditujukan kepada Fera yang menggunakan kaos berlogo
#DiaSibukKerja.
“Saya digiring dari kalangan mereka
juga. Terus ke jalan Thamrin. Di situ saya dijemput suami teman saya,” katanya.
Korban intimidasi CFD lainnya, Siti
Tarumaselej juga bercerita sempat diolok-olok kelompok yang beda kubu aspirasi
politik. “Saya juga diolok-olok. Dikepret-kepret uang di muka saya,” katanya.
Sampai akhirnya ia bisa lolos dari situasi tegang tersebut.
Wakil Ketua
DPR, Fahri Hamzah angkat bicara soal insiden CFD. Menurutnya, masyarakat
demokrasi adalah yang aktif dan dinamis dengan perbedaannya. Sehingga apa yang
terjadi di CFD merupakan sesuatu yang apa adanya. “Jangan sampai kalau ada
masalah dia meledak,” katanya.
Dia melanjutkan insiden CFD sudah
keliru. Sebab tak bisa membiarkan dua kelompok yang berbeda aspirasi politik
dalam satu lokasi. “Kalau salah pakai baju sepak bola saja bisa babak belur,”
katanya.
Guru Besar UII, Mahfud MD, Mahfud
MD menilai tindakan tersebut tidak bermoral. Perlu ada penegakan hukum.
Sementara, Direktur Eksekutif
Charta Politika, Yunarto Wijaya menilai ini merupakan kesalahan dari Pemerintah
DKI Jakarta. Sebab dalam aturannya, CFD harus bebas dari aktivitas politik.
“Tidak ada kehadiran negara, di sini yang bertanggung jawab ya pemprov,”
katanya.
"Apalagi ada kehadiran anggota DPRD DKI Jakarta di lokasi CFD saat
itu," tegas Yunarto.
Apakah kelompok berkaos
#2019Gantipresiden merupakan kubu dari Prabowo Subianto?
Politikus Gerindra, Riza Patria
membantah. Dia mengklaim relawan Prabowo taat terhadap aturan. “Relawan kami
tertib, bersih, disiplin."
Belakangan
ramai perang tagar bermuatan pesan dukungan di Pilpres 2019. Perang tagar ini
memanas tak hanya di jagad maya, tapi juga tercermin dalam realita lewat
distribusi atribut berupa kaos dengan tagar masing-masing.
Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah
mengatakan, saat ini keberadaan perang tagar di media sosial tak bisa
dihindari. Kalau pun ada pernyataan provokatif bisa saja dikeluarkan. Fahri
melanjutkan, pedoman bermedia sosial adalah aturan perundang-undangan. Jadi
semua telah diatur dalam hukum.
Guru Besar UII, Mahfud MD menilai
tagar di media sosial sangat cepat bersahutan. Dari satu pesan ke pesan yang
lain. Termasuk pesan-pesan provokatif. Hal ini yang bisa membahayakan. "Jika
pesan tersebut sudah menuai persoalan apapun alasannya aparat penegak hukum
harus tegas,"kata Mahfud.
Bagi Direktur Eksekutif Charta
Politica, Yunarto Wijaya keberisikan di dunia media sosial masih wajar asal
masih dalam satu framing. Misalnya, melakukan kampanye negatif dengan membuka
data keburukan dari lawan politik. “Tagar-tagar cuci otak orang tapi harus
bertanggung jawab,” katanya.
Politikus
Gerindra, Riza Patria mempersoalkan insiden dua orang meninggal saat pembagian
sembako di Monas. Menurutnya, hal ini harus dibuka.
“Harus ada kejujuran dan keadilan,”
katanya. Apalagi ada tudingan kegiatan bagi sembako ini dilakukan kelompok pro
Jokowi.
Menurut Politikus PDI Perjuangan, Maruarar Sirait tidak ada kesengajaan untuk
menutupi peristiwa tersebut. “Memang nggak ada pemerintahan yang sempurna.
Tidak setuju demokrasi dimenangkan dengan cara yang tidak adil dengan
menggunakan TNI, polisi. Kalau penguasa salah ditutup. Oposisi salah diekspos,
tindak saja, kan ada aturannya,"ujarnya.
Jelang
2019, hoaks dan kampanye hitam diperkirakan akan makin kuat. Wakil Ketua DPR,
Fahri Hamzah menjawab enteng persoalan tersebut. “Itu wilayah penegakan hukum,”
katanya.
Ia juga mengkritik Presiden Jokowi
yang menganggap politik jahat. Sebab, dalam medan kampanye khususnya media
sosial, presiden harus hadir dalam perdebatan politik.
Politikus
PDI Perjuangan, Maruar Sirait mengatakan bagi mereka yang menghalalkan cara
dalam politik dengan kampanye hitam, harus diproses secara hukum. Tapi ia
mengingatkan, tiap beda pilihan politik seharusnya jangan menghalalkan segala
cara untuk menang. “Pasti kita punya calon beda, punya partai beda. Bagi saya
politik itu usaha untuk memperjuangkan apa yang kita yakini benar,” katanya.
Politikus Gerindra, Riza Patria
mengaku Prabowo Subianto juga kerap diserang dalam media sosial. Serangan
tersebut mulai dari mendompleng kampanye buruh pada 1 Mei lalu, kemudian
insiden CFD yang seolah-olah dilakukan oposisi. “Apa pun yang negatif itu
(diasosiasikan-red) oposisi,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar