Daniel
Agung Putra Kusuma. Remaja yang masih duduk di kursi SMP itu merupakan korban
teror bom bunuh diri di Gereja Pantekosta Pusat, Jalan Arjuna, Surabaya.
Dalam peristiwa yang terjadi Minggu
13 Mei 2018, Daniel sempat menghalau mobil yang membawa bom masuk ke dalam
gereja. Ia disebut-sebut sebagai pahlawan cilik.
Budi, ayah Daniel sempat
kebingungan saat mengetahui bom ledakan di Gereja Pantekosta Pusat.
"Kami nyari-nyari setelah bom
itu. Akhirnya, membawa buku sama KK, jadi saya menuju ke sana. Ada yang korban
cocok dengan DNA saya. Saya di sana sampai malam," kata Budi, Ayah Daniel
saat dikunjungi di rumahnya.
Berdasarkan cerita saksi, menurut
Budi, Daniel berusaha menghalangi mobil. "Jadi dia (Daniel-red) yang
menghalang-halangi mobil itu," tambah Budi.
"Daniel jadi pahlawan,
menyelamatkan jiwa banyak orang. Kita harus bersyukur. Tuhan selalu baik,"
tambah Nenek Daniel.
Dalam peristiwa ini, selain Daniel
setidaknya 7 orang tewas termasuk pelaku bom bunuh diri, Dita Oepriarto. Kalau
saja Daniel tak berusaha menghalau kendaraan bom bunuh diri, korban jiwa
mungkin akan lebih banyak.
Rentetan teror tak hanya di
Surabaya, hingga Rabu 16 Mei 2018, serangan dan penangkapan terduga teroris
terus terjadi. Terakhir serangan Mapolda Riau. Satu polisi tewas dalam serangan
ini dan 4 pelaku penyerangan tewas.
Serangan di
Jawa Timur tak hanya di 3 gereja (Santa Maria Ngagel, GKI Diponegoro,
Pantekosta Pusat). Saat setelah tiba di Surabaya, Mata Najwa langsung
dihadapkan dengan aksi serangan bom bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya.
"Pendengaran, masih tidak
enak," kata Ahmad Muaffan saat ditemui di rumah sakit. Muaffan adalah
polisi yang menghentikan sepeda motor yang membawa bom di Polrestabes Surabaya.
Muaffan menceritakan sepeda motor
meledak sesaat dihentikan.
Dalam peristiwa ini 4 pelaku bom
bunuh diri tewas di tempat. Seorang anak yang menjadi korban ideologi
orangtuanya selamat dan masih dirawat di rumah sakit. Kejadian di Senin pagi
ini juga membuat 4 polisi luka.
Kapolri Jenderal Polisi Tito
Karnavian menjelaskan jaringan teror JAD yang bergerak dalam aksi teror ini.
Malam
sebelum bom di Polrestabes Surabaya, terjadi ledakan di Rusunawa Wonocolo,
Sidoarjo. Ledakan ini diduga berasal dari bom yang sedang dirakit. Polisi juga
melumpuhkan terduga teroris, keluarga penghuni Rusunawa karena saat ditemukan
masih memegang pemantik bom. Rumah yang dihuni keluarga Anton Ferdiantono ini
berantakan. Ledakan juga menghancurkan plafon rumah dan menyisakan bau mesiu.
Polisi juga sempat menunjukkan
bahan-bahan peledak yang diambil dari lokasi kejadian. Bahan peledak ini berupa
bubuk belerang dan sejumlah pipa dan kabel.
"Terduga masih hidup. Napas
tersenggal saat kita masuk," kata AKP Samirin sambil mengingat kejadian
ledakan di Rusunawa Wonocolo, Senin 14 Mei 2018.
Saat itu polisi tidak melihat isteri
dan anak dari pelaku. "Itu tidak kelihatan," lanjut Samirin
Keberadaan orang-orang di dalam
ruangan justru didapat dari informasi salah satu anak yang selamat.
Sementara itu sekuriti Rusunawa,
Nurbani mengatakan pelaku peracik bom dikenal tertutup dengan tetangga.
"Orangnya pendiam dan jarang bergaul dan bertegur sapa dengan penghuni.
Ledakan di
Rusunawa ini menewaskan pelaku peracik bom Anton Ferdiantono tewas. Selain itu,
isteri pelaku Puspita Sari dan 1 anak tewas dalam peristiwa ini. 3 anak lainnya
selamat.
Menurut Kapolri Tito Karnavian, bom
yang ada di Rusunawa merupakan jenis bom yang biasa dipakai kelompok teroris
ISIS. "Mereka sekarang gunakan TATT yang dapat didapatkan di mana pun,
tapi daya bakarnya high explosive," katanya.
Dari
rangkaian teror di Surabaya, sorotan utama tertuju pada terduga teroris
keluarga Dita Oeprianto. Polisi menyatakan Dita adalah Ketua Jaringan Jamaah
Ansharut Daulah (JAD) Jawa Timur. JAD merupakan organisasi yang terafiliasi
dengan ISIS.
Pengusaha minyak dan herbal ini
menjadi otak bom 3 gereja di Minggu pagi, 13 Mei 2018. Ia melibatkan istri dan
keempat anaknya, termasuk yang masih di bawah umur menjadi
"pengantin" pelaku bom bunuh diri. Menurut tetangganya, Ani Gunawan,
anak-anak dari Dita ramah. Sering tersenyum kepada tetangga. "Tapi memang
akhir-akhir ini jarang keluar," kata Ani yang rumahnya bersebelahan dengan
Dita.
Senada diutarakan Yuki Gunawan,
Ketua RT setempat. "Seperti warga yang lain. Dia (Dita) sering sholat
berjamaah," katanya.
Yuki melanjutkan, "Bahkan
anaknya yang perempuan dua orang itu sering jogging, lari-lari dan sepedaan di
sekitar sini, dengan warga dia enggak introvert, terbuka sekali.”
Menurut Kapolri, Tito Karnavian,
serangan satu keluarga ini sudah dilakukan di beberapa negara lainnya.
Tapi dia mencatat untuk tidak
mengaitkan tindakan teroris dengan Islam. "Jangan kaitkan dengan agama apa
pun. Islam bukan teroris, teroris bukan Islam," kata Kapolri, Tito
Karnavian.
Saat ini,
RUU Antiterorisme masih dibahas di DPR. RUU ini dianggap lambat disahkan,
karena sudah diajukan sejak 2016 lalu.
Menurut Mantan Kepala Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyaad Mbai, regulasi ini sudah
sangat mendesak untuk disahkan, terutama tentang pelibatan TNI di dalamnya.
"Anak TNI sering mengeluh pada
kita, senior. Mereka seperti melihat ikan-ikan di akuarium tapi tak bisa
ditangkap," kata Ansyaad.
Selain itu regulasi tentang
penanggulangan terorisme saat ini masih berkutat pada upaya penindakan.
"UU yang lama lebih banyak reaktif. Ini kita bisa lihat ada pergeseran
tarik-menarik antara institusi," lanjut Ansyaad.
"Polisi itu sudah tahu
jaringannya. Tapi mereka tidak bisa memproses karena tidak ada payung
hukumnya," tambah Ansyaad.
Menurut Anggota Pansus RUU
Antiteroris, Nasir Djamil dalam masa sidang sebelumnya, pemerintah dan DPR
sudah sepakat untuk memperpanjang pansus RUU Terorisme. "UU ini diharap
lebih pro aktif dan preventif," katanya.
Presiden
bereaksi keras di tengah rentetan serangan teroris di tanah air. Ia
mengultimatum akan mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang Undang (Perppu)
tentang Penanggulangan Terorisme jika RUU Antiterorisme tak juga disahkan oleh
DPR.
Saat ini, pembahasan RUU
Antiterorisme mandek terkait persoalan definisi terorisme. Pemerintah
mengusulkan definisi terorisme adalah segala perbuatan yang dengan sengaja
menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror
atau rasa takut secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal atau
mengakibatkan kerusakan serta kehancuran terhadap obyek vital yang strategis,
lingkungan hidup, fasilitas public atau fasilitas internasional.
Di sisi lain, sejumlah fraksi di
DPR meminta definisi itu ditambahkan dengan frasa “tujuan atau motif politik,
ideologi dan tindakan mengancam keamanan negara.”
Menurut catatan Direktur Eksekutif
Lokataru, Haris Azhar persoalan RUU bukan hanya pada persoalan definisi, secara
substansi perlu diuji kembali. "Keseimbangan bisa diuji di level
pelaksanaan. Memang ada masalah penangkapan dan masa penahanan," katanya.
Lebih lanjut, ia meminta RUU
Antiterorisme ini tetap ramah terhadap Hak Asasi Manusia. "Dalam rangka
memastikan HAM ke depan, negara harus kuat," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar